Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel melalui
perhitungan volume. Sehingga dalam teknik alat pengukur volume menjadi
bagian terpenting, dalam hal ini buret adalah alat pengukur volume yang
dipergunakan dalam analisis volumetric (Gambar 15.14).
GAmbar 15.14. Alat dan cara melakukan titrasi
Penetapan
sampel dengan analisa volumetri didasari pada hubungan stoikiometri
sederhana dari reaksi-reaksi kimia, seperti dibawah ini cara ini sering
disebut juga dengan titrasi.
Untuk proses titrasi zat analit (A) dengan pereaksi (S) atau larutan standar, mengikuti reaksi :
a A + b S → hasil
dimana a adalah molekul analit (A) yang bereaksi dengan b molekul pereaksi (S) atau larutan standar.
Pereaksi
(S), disebut juga dengan titran. Posisi titran atau larutan standar ada
didalam buret, yang selanjutnya kita tambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam larutan analit (A) yang ada dalam Erlenmeyer, dengan cara membuka
kran yang ada dalam buret.
Dalam larutan analit (A) kita
menambahkan zat indikator yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa telah
terjadi reaksi sempurna dari analit dengan pereaksi dengan adanya
perubahan warna dari indikator.
Indikator adalah suatu senyawa
organik kompleks merupakan pasangan asam basa konyugasi dalam
konsentrasi yang kecil indikator tidak akan mempengaruhi pH larutan.
Indikator memiliki dua warna yang berbeda ketika dalam bentuk asam dan
dalam bentuk basanya. Perubahan warna ini yang sangat bermanfaat,
sehingga dapat dipergunakan sebagai indicator pH dalam titrasi.
Indikator yang sering dipergunakan dalam titrasi disajikan dalam Tabel
15.2.
Tabel 15.2. Indikator dan perubahan warnanya pada pH tertentu
Pada
saat perubahan warna, maka telah terjadi reaksi sempurna antara analit
dengan pereaksi dan pada kondisi ini terjadi kesetaraan jumlah molekul
zat yang bereaksi sesua dengan persamaan reaksinya. Dari percobaan
seperti ini kita dapat informasi awal, yaitu konsentrasi dan volume dari
pereaksi atau larutan standar.
Perhitungan atau penetapan analit
didasari pada keadaan ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara analit
dengan pereaksi, sesuai dengan koofisien reaksinya. Kesetaraan tersebut
dapat disederhanakan kedalam persamaan :
dimana,
N(s) : Normalitas dari larutan standart (titran)
Volume(s): Volume larutan standar (titran) yang dipergunakan dan terbaca dari buret.
N(A) : Normalitas dari analit (yang dicari)
Volume(A) : Volume analit, diketahui karena kita persiapkan
Normalitas
didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter
larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk
mendapat satu muatan, lihat kembali bahasan pada Bab 8, jika kita
substitusikan dengan persamaan diatas kita dapat menetapkan berat zat
berdasarkan kesetaraan mol zat dalam keadaan ekivalen seperti pada Bagan
15.15.
Bagan 15.15. Penetapan berat zat pada titik ekivalen
Dalam
reaksi redoks, kita dapat memodifikasi definisi dari berat ekivalen,
yaitu berat dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan untuk memberikan
atau bereaksi dengan 1 mol elektron.
C2O42- → 2CO2 + 2e ( BE = Mr/2)
Cr2O72-+ H+ + 6e → 2Cr3+ + 7 H2O (BE = Mr/6).
Jika Mr Na2C2O4 : 134, maka BE = 67 gram/ekivalen
Jika Mr K2Cr2O7 : 294, maka BE = 49 gram/ekivalen
Analisis
volumetri ini sering diistilah dengan titrimetri dengan satu dasar
yaitu penetapan sebuah sampel merujuk pada jumlah volume titran yang
diperlukan untuk mencapai titik ekivalensi. Istilah ini untuk
menghindari kerancuan, mengingat pengukuran volume tidak hanya terjadi
pada reaksi dalam bentuk larutan, namun juga untuk reaksi-reaksi yang
menghasilkan dimana titrasi tidak dilakukan.
Titrimetri dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang didasari pada jenis reaksinya.
0 comments:
Post a Comment